Catatan Adi Bermasa (Wartawan Senior)Â
BANGSA Indonesia sudah sangat berpengalaman melaksanakan pesta demokrasi. Pertama kali pemilu dilaksanakan di Indonesia adalah pada masa Presiden Soekarno, yaitu tahun 1955. Ketika itu peraih suara terbanyak adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), disusul Partai Masyumi dan Partai Nahdlatul Ulama (NU).
Meski hanya sekali pemilu dilaksanakan di era orde lama, namun pada era orde baru, pesta demokrasi rutin dilaksanakan tiap lima tahun sekali. Selama ini pemilu aman-aman saja. Sebab, sistemnya sudah diatur sedemikian rupa. Terkadang ‘kusuik-kusuik bulu ayam’ muncul juga, tapi bisa diatasi.
Namun, adanya indikasi data intelijen menyebutkan bahwa organisasi teroris ingin tunggangi pesta demokrasi 2024 seperti diberitakan KORAN PADANG terbitan Kamis (16/3), cukup mengejutkan. Jangan coba-coba munculkan kerusuhan di negeri ini. Sselama ini pesta demokrasi berlangsung semarak. Rakyat bergembira. TPS ramai dikunjungi. Tak ada gaduh dan rusuh. Kalah dan menang biasa saja. Meski ada protes, disampaikan melalui jalur resmi Bawaslu, Gakkumdu, atau MK. Hasilnya diterima dengan lapang dada. Tak ada tangis dan air mata. Begitu damainya pesta demokrasi yang sudah mentradisi di negeri ini.
Dugaan teroris ingin menunggani pesta demokrasdi itu untuk cepat terindikasi. Sikat saja dan habisi mereka yang ingin mengacau pesta demokrasi. Kepala BNPT Boy Rafly Amar mengakui, data itu masih perlu didalami. Kalau data itu terbukti benar, maka jangan diberi ampun. Sebab, sungguh beraninya mereka ingin mengacau pesta demokrasi. Kita sangat tak ingin pesta demokrasi yang berlangsung dalam suasana gembira nantinya diwarnai darah dan air mata.
Dari data intelijen tersebut, tentu semua aparat di negeri ini hendaknya semakin meningkatkan kewaspadaan dalam mengamankan republik yang kita cintai ini. Yang pasti, teroris yang jumlahnya sangat terbatas, InsyaAllah bisa diberangus keberadaannya. TNI dan Polri bersama rakyat selalu bertekad memelihara stabilitas negeri ini. Esa hilang, dua terbilang. *