Sangat nekad juga empat emak-emak di Payakumbuh ini. Bayangkan, di warung nasi goreng yang tentunya ramai pengunjung di Kelurahan Napar, empat emak-emak itu berjudi dengan taruhan uang. Alhasil, empat emak-emak yang berusia subur tersebut diciduk polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum.
Peristiwa yang diberitakan KORAN PADANG edisi Kamis (2/3) itu sebenarnya membuat kita prihatin. Sebab, Napar terbilang ramai penduduknya. Apakah mungkin aktivitas perjudian itu sudah berlangsung sekian lama? Untung ada warga yang melaporkannya ke polisi. Kalau tidak, mungkin terjadi pembiaran berkepanjangan.
Tidak tertutup kemungkinan aktivitas perjudian ini banyak terdapat di wilayah lainnya. Namun dengan penangkapan empat emak-emak itu, boleh jadi di tempat lain pelakunya sedang ‘tiarap’, takut menyandang ‘lamang angek’ seperti mereka yang sudah diamankan polisi tersebut.
Mampukah Payakumbuh dibebaskan dari segala bentuk perjudian? Tergantung komitmen pemerintah kota bersama warganya. Secara formalitas tentu bisa. Buat saja ‘pernyataan’ dan ditandatangani oleh unsur terkait. Publikasikan. Selesai persoalan.
Namun apa tindak lanjutnya? Apakah hanya sekedar pernyataan semata? Suasana aman, pecandu bangkit lagi. Akhirnya kembali seperti biasa. Sebab ada pendapat yang mengatakan judi ibarat candu, susah menghentikannya. Itulah yang sebenarnya. Karena berjudi tersebut sudah mencandu, susah menghentikannya. Dari dulu sampai sekarang tak berubah-ubah juga.
Dengan momentum penangkapan terhadap empat emak-emak karena berjudi, mampukah Payakumbuh menjadikan dirinya sebagai kota yang bebas dari perjudian? Kita pulang-maklumkan saja pada Tungganai yang kita banggakan di kota perlintasan Sumbar-Riau ini. *