UNTUK memperkuat muatan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanah Ulayat dalam hal penyelesaian sengketa, Komisi I DPRD Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) sebagai tim pembahas mengunjungi Kabupaten Agam, Selasa (10/1).
Pertemuan yang dilaksanakan di Kantor Bupati Agam itu dihadiri unsur ninik mamak, LKAAM dan Sekda Kabupaten Agam.
Ketua tim pembahas Ranperda Tanah Ulayat Desrio Putra mengatakan, kunjungan ke Kabupaten Agam merupakan upaya untuk memperkuat dan mempercepat pengesahan ranperda ini. Dalam muatan Ranperda Tanah Ulayat cara penyelesaian sengketa akan diakomodir oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) diperkuat.
“Jika ditemui sengketa tanah ulayat untuk kepentingan umum maka itu bisa diberikan kelonggaran. Contoh adanya sengketa ulayat dengan pemerintah dalam pengoptimal kepentingan pelayanan masyarakat,” katanya.
Dia mengatakan, Ranperda Tanah Ulayat juga akan memproduktifkan lahan adat yang tidak berfungsi, sehingga bisa dikerjasamakan dengan badan usaha dengan perjanjian yang tertuang dalam hak guna usaha (HGU). Biasanya dalam kerjasama yang telah disepakati akan disertai dengan persoalan, HGU memiliki jangka waktu antara 25 hingga 30 tahun.
“Jadi menurut peraturan yang baru setelah HGU habis, tanah ulayat yang dikelola akan kembali ke negara, jadi kita berharap ketika HGU habis tanah tersebut harus kembali kepada pemegang hak ulayat,” katanya.
Dia mengatakan, kedudukan pemegang hak ulayat akan diperkuat dalam ranperda ini, ketika perjanjian HGU selesai akan ada dua kemungkinan, yaitu diperpanjang atau pemegang hak ulayat mengalihkan lahan pada badan usaha lain. Jadi harus dijelaskan apakah hak untuk pemegang hak ulayat akan lebih besar atau sama seperti sebelumnya, dalam konteks ini harus mengenakan kepentingan umum.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Sumbar, Suwirpen Suib yang ikut mendampingi mengatakan, Ranperda Tanah Ulayat ini begitu rumit dan tujuannya melindungi masyarakat dan tanah ulayat.
Dia mengatakan, Kabupaten Agam memiliki banyak permasalahan tanah ulayat namun dapat diselesaikan. Ini berbeda dengan di tempat lain juga ada masalah namun malah melebar. “Kita ingin meminta masukan dari tokoh adat dan masyarakat untuk memperkaya materi ranperda ini,” katanya.
Sedangkan, Sekdakab Agam, Edi Busti mengatakan Agam terdiri dari 92 nagari dari sebelumnya hanya 82 nagari. Kini ada 13 nagari cadangan dan total ada 105 nagari dari 16 kecamatan di daerah setempat.
Dia mengatakan, melalui pembahasan ranperda ini pihaknya dapat saling beri masukan dan kontribusi khazanah perda sehingga kebijakan itu lahir dapat memberi manfaat kepada masyarakat. “Kami hanya beri saran dan masukan, keunikan masing-masing nagari akan berbeda nantinya dan jadi gambaran,” jelasnya.
Ia mengatakan, Agam memiliki wilayah bagian timur yang terdiri dari perkebunan dan permasalahan tanah ulayat banyak di Agam, sehingga Pemda Agam membentuk tim penyelesaian konflik tanah ulayat.
Sementara itu Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Agam, Junaidi Dt Gampo Alam mengatakan, tanah ulayat tak lepas dari ninik mamak dan penghulu.
Menurut dia tugas pokok fungsi ninik mamak adalah menjaga harta pusaka adat atau tanah ulayat dan memelihara anak kemenakan.
Konflik pertanahan ini cukup kompleks perjalanan dan menuntut kesiapan ninik mamak dalam menyelesaikannya. Konflik ini bisa dicatat permasalahan kasus ulayat dengan pemerintah sendiri, dengan aparat, dengan investor dan lainnya.
“Kita ingin tanah ulayat dapat dilegalkan namun tak didaftarkan per orang namun bersangkutan dan kalau perlu warnanya berbeda. Kemudian tanah ini tidak dapat diperjualbelikan tanpa disepakati seluruh pemilik tanah ulayat itu,” tambahnya. *