PADANG, KP – Persoalan pembongkaran bangunan cagar budaya Rumah Singgah Bung Karno di Jalan Ahmad Yani beberapa waktu lalu ternyata belum usai. Menindaklanjuti pembongkaran bangunan cagar budaya itu, beberapa fraksi di DPRD Kota Padang mengajukan hak interpelasi kepada Pemko Padang.
Hak interpelasi tersebut disampaikan saat paripurna penyampaian LKPj APBD Kota Padang 2022, Rabu (5/4). Saat itu, Jumadi dari Fraksi Golkar-PDI Perjuangan melakukan interupsi. Lalu, berkas pengajuan hak interpelasi tersebut diberikan anggota fraksi Fraksi Golkar-PDI Perjuangan, Wismar Panjaitan kepada pimpinan DPRD.
Wismar menyampaikan, lebih dari satu fraksi yang ikut mengajukan hak interpelasi tersebut. Selain Fraksi Golkar-PDI Perjuangan, juga ada Fraksi Gerindra dan Nasdem. Dengan hak interpelasi tersebut, DPRD ingin meminta keterangan kepada Pemko Padang terkait pembongkaran salah satu cagar budaya di Kota Padang itu.
“Persoalan ini sudah menjadi pembahasan nasional, karena itu kita ingin meminta keterangan langsung dari Pemko Padang,” ungkapnya.
Menurutnya, keluarnya Keterangan Rencana Kota (KRK) yang menyatakan di lokasi Rumah Singgah Bung Karno bisa dijadikan restoran, diduga menjadi pemicu terjadinya pembongkaran cagar budaya tersebut oleh pemiliknya.
“Ini jadi alasan bagi sejumlah Fraksi di Kota Padang untuk menyampaikan hak interpelasi. Sebab, melakukan pembongkaran cagar budaya merupakan perbuatan melawan hukum. Sementara, pemilik atau pihak yang menguasai bangunan cagar budaya bertanggung jawab akan kelestariannya,” ungkap Wismar.
Ia menambahkan, perombakan Rumah Singgah Bung Karno itu bisa saja hanya ‘puncak gunung es’.
“Mungkin puncaknya saja yang nampak. Karena itu dewan ingin melihat lebih dalam lagi terkait pelestarian cagar budaya lainnya yang ada di Kota Padang,” bebernya.
Sebagai kader ideologis Bung Karno, Wismar meyakini, mungkin saja cagar budaya yang berhubungan dengan Bung Karno masih banyak di Kota Padang atau di Sumbar, namun belum terungkap semuanya.
“Di Sumbar, jejak sejarah Bung Karno kurang mendapat perhatian. Apalagi dengan ada perobohan ini. Kami merasa tergerak dan mengajukan interpelasi,” tegasnya.
Ia menjelaskan, dengan adanya interpelasi ini, tentu pembahasannya nanti akan lebih berkembang.
“Mungkin masih banyak lagi cagar budaya lainnya yang belum mendapatkan perhatian dari pemerintah,” pungkas Wismar.
Rumah Singgah atau tempat tinggal sementara Presiden Soekarno itu dikenal juga dengan Rumah Ema Idham. Bangunan itu ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Padang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah di Kotamadya Padang.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, bangunan cagar budaya tersebut merupakan tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota.
Tindakan membongkar bangunan cagar budaya tersebut adalah tindakan melawan hukum. Pasal 105 UU Nomor 11 Tahun 2010 mengatakan, setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun. (bim)