Home » Potensi Energi Terbarukan Sumbar Belum Digunakan Secara Maksimal

Potensi Energi Terbarukan Sumbar Belum Digunakan Secara Maksimal

Redaksi
2 menit baca

PADANG, KP – Pakar Pengendalian Pencemaran Udara Universitas Andalas (Unand), Dr. Fadjar Goembira menuturkan, total penggunaan sumber energi terbarukan di Sumbar sudah di atas rata-rata nasional. Namun, sebaiknya ada usaha untuk meningkatkan jumlah pemakaiannya melihat potensi yang ada.

Dijelaskannya, energi terbarukan merupakan energi yang berasal dari sumber yang terbarukan. Biasanya terkait siklus yang ada di alam yang berulang dalam periode yang relatif pendek, seperti panas bumi, bahan bakar biomassa, hydropower, sinar matahari, bahan bakar nabati, biogas, dan energi angin.

“Sedangkan energi baru merupakan sumber energi yang belum pernah secara masif digunakan sebelumnya, seperti energi hidrogen, energi dari coal bed methane, coal gasification, dan energi dari gelombang laut,” ujarnya, Senin (13/3).

Terkait potensi energi terbarukan Sumbar, diungkapkannya berdasarkan data Dinas ESDM Sumbar (2021) yakni energi air sebanyak 1,1 GW untuk energi air (hydropower), 1,7 GWe untuk panas bumi (geothermal), biomassa setara 0,9 GW, dan biogas setara 34,7 MW, angin setara 0,4 GW, energi surya sebanyak 5,9 MWp, serta energi gelombang laut yang dapat diperoleh dari garis pantai sepanjang 186.500 Km.

Beranjak dari hal itu, Fadjar menyampaikan, sebaiknya ada usaha untuk meningkatkan jumlah pemakaian energi terbarukan.

“Karena Sumbar merupakan provinsi yang dilalui garis khatulistiwa, maka penyinaran matahari berlimpah sehingga energi surya menjadi salah satu pilihan yang sangat perlu dikembangkan,” terang Dosen Teknik Lingkungan ini yang juga menjabat Kepala Laboratorium Kualitas Udara Departemen Teknik Lingkungan Unand.

Selain itu, topografi wilayah Sumbar yang sebagian dilalui pegunungan Bukit Barisan memiliki perbedaan ketinggian yang signifikan, sehingga pemanfaatan sumber energi air (hydropower) menjadi cukup potensial untuk dikembangkan.

Di sisi lain, lanjutnya, yang sangat strategis adalah pemanfaatan limbah/sampah biomassa yang dapat berasal dari kegiatan domestik/rumah tangga dan kegiatan pertanian. Biomassa sangat potensial untuk dikonversi menjadi bahan bakar alternatif berupa pellet atau briket yang dapat dimanfaatkan oleh industri, pembangkit listrik tenaga uap, yaitu melalui proses co-firing bahan bakar batu bara.

“Artinya, sebagian bahan bakar batu bara diganti dengan bahan bakar dari biomassa sehingga dua masalah dapat terselesaikan dalam satu kegiatan, yaitu masalah sampah organik dari kegiatan domestik atau pertanian, dan masalah pemakaian energi fosil yang menyebabkan peningkatan gas rumah kaca sebagai penyebab pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim,” pungkas Dewan Pakar Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Andalas ini. (mas)

Jangan Lewatkan