Home » Menyorot Cagar Budaya

Menyorot Cagar Budaya

Redaksi
1 menit baca

‘Cakak sudah, silek takana’. Ungkapan tersebut rasanya pantas ditujukan pada persoalan perobohan bangunan cagar budaya Rumah Singgah Bung Karno di Kota Padang. Saat ini bangunan bersejarahg iotu sudah rata dengan tanah setelah diruntuhkan pemiliknya yang mengaku tidak tahu bahwa bangunan itu adalah cagar budaya.

Begitu tidak populernya selama ini bangunan tempat Presiden Soekarno diamankan sebelum Indonesia merdeka itu, tepatnya pada masa peralihan penjajahan Belanda ke Jepang di tahun tahun 1942. Sehingga, kita semua baru tersadar ketika bangunan yang berada di Jl. Ahmad Yani itu sudah rata dengan tanah.

Pers memunculkan pemberitaan bernada duka, simpati pun muncul. Namun apa daya. Bangunan besejarah itu sudah hilang. Dibangun baru pun, sejatinya takkan bisa mengganti nilai sejarah yang tersimpan pada tiap jengkal bangunan aslinya itu. Memprihatinkan memang.

Sekaitan dengan insiden itu, kini bangunan cagar budaya kembali dihargai. Sumbar sebagai daerah perjuangan pasti banyak punya cagar budaya. Misalnya saja, di era Tuanku Imam Bonjol dengan Perang Paderinya , tentu cagar budayanya ada di Bonjol. Ada Perang Kamang, di mana cagar budayanya? Ada Perang Manggopoh dengan Encik Sitinya yang gagah berani, di mana pula cagar budayanya? Ada peristiwa Situjuh berlanjut ke PDRI. Di Jorong Koto Kaciak VII Koto Talago ada tugu PDRI, apakah sudah pantas disebut cagar budaya? Begitu juga tempat tidur rahasia Presiden PDRI Syafrudin Prawiranegara, termasuk tempat mandinya di mata air Ampang Gadang Tabek Gadang yang begitu asri sampai sekarang, belum begitu jadi pehatian serius bagi kita di era zaman berkemajuan saat ini.

Keseriusan kita sepertinya belum begitu maksimal dalam ‘mambangkik batang tarandam’ tersebut. Semoga sosok yang benar-benar berkompeten tentang cagar budaya ini tampil ke publik dan menyampaikan penjelasan sedetil-detilnya kepada publik. *

Jangan Lewatkan